Filosofi kerja itu nggak selalu soal kata-kata motivasi di dinding kantor atau tulisan besar di company profile. Kadang, filosofi itu lahir dari hal yang justru nggak sempurna, dari kerjaan yang nyangkut, klien yang bingung, atau proyek yang jauh dari ekspektasi awal.
Pertanyaannya:
Kalau proyek berantakan, kamu akan lepas tangan… atau tetap maju?
Di Awalan Karya, jawabannya jelas: #NggakLepasTangan. Dan inilah cerita tentang bagaimana filosofi itu lahir dan terus hidup di setiap project yang kami pegang.
Daftar Isi Konten
“Boleh Jadi Proyeknya Nggak Sempurna, Tapi Tanggung Jawab Tetap Paripurna”
Nggak semua proyek berjalan sesuai rencana. Ada brief yang berubah di tengah jalan, revisi yang datang dadakan, atau bahkan hasil akhir yang—jujur aja—nggak bikin bangga-banget. Tapi di titik itulah filosofi kerja Awalan Karya diuji.
Alih-alih ngilang atau saling menyalahkan, tim Awalan Karya justru ngumpul bareng, buka ruang diskusi, dan mikir bareng:
“Oke, proyek ini kurang maksimal. Tapi gimana cara kita ngerapihin tanpa ngelimpahin beban ke klien?”
Buat kami, bekerja bukan cuma urusan hasil. Tapi juga proses. Dan kalau ada yang kurang dari hasil, prosesnya harus jadi tempat kita bertanggung jawab penuh. Inilah bentuk paling nyata dari filosofi kerja: nggak cari aman, tapi cari jalan keluar.
Filosofi Kerja: Bukan Cuma Tulisan, Tapi Sikap Sehari-hari
Banyak orang mengira filosofi kerja cuma jargon. Tapi buat kami, ini adalah kebiasaan yang dibangun dari hari ke hari. Salah satunya lewat kebiasaan kecil seperti:
- Selalu update klien, bahkan kalau belum ada progres besar
- Nggak takut bilang “belum tahu” selama kita serius cari tahu
- Minta feedback dengan jujur, tanpa takut dikritik
Tim Awalan Karya sadar, trust itu tumbuh bukan dari proyek yang 100% sempurna, tapi dari cara kita menghadapi ketidaksempurnaan. Dan itu cuma bisa terjadi kalau kita punya filosofi kerja yang nggak defensif, tapi kolaboratif.
Kenapa #NggakLepasTangan Jadi Prinsip?
Karena banyak banget yang lepas tangan di tengah proses. Ada yang hilang setelah DP cair. Ada yang ngegas waktu pitch, tapi pelan waktu eksekusi. Kami pernah ketemu vendor kayak gitu, dan rasanya… nyesek!
Dari situ, kami sepakat:
Kalau suatu hari kita bikin brand sendiri, kita nggak mau kayak gitu.
Maka lahirlah #NggakLepasTangan—bukan cuma hashtag, tapi komitmen:
- Komitmen untuk hadir di saat klien panik
- Komitmen untuk menyelesaikan meski capek
- Komitmen untuk tetap muncul di meeting terakhir, bahkan kalau hasilnya belum ideal
Di sini, filosofi kerja bukan soal siapa paling keren, tapi siapa paling bertahan.
Filosofi Kerja Kami Itu Kaya… Orang Tua
Iya, kedengarannya aneh. Tapi begini maksudnya:
Orang tua itu nggak ninggalin anaknya cuma karena nilainya jelek.
Mereka dukung, kasih semangat, benerin bareng. Bahkan kadang mereka ikut begadang bareng demi anaknya bisa naik kelas.
Nah, seperti itu juga kami memperlakukan proyek.
Kalau hasilnya belum maksimal, bukan berarti kita angkat tangan. Kita justru lebih hadir. Kita lebih sabar. Kita lebih aktif nanya, revisi, dan dengerin. Karena di dunia kreatif, nggak semua hal bisa langsung sempurna di percobaan pertama.
Pelajaran dari Proyek yang Gagal Total (Tapi Jadi Turning Point)
Ada satu proyek yang jujur aja… kami gagal. Timeline molor, revisi nggak selesai-selesai, dan ending-nya… klien minta refund sebagian.
Apakah kami marah? Nggak.
Apakah kami kapok? Sedikit.
Tapi yang paling penting: kami belajar banyak.
Dari situ kami mulai nyusun ulang cara kerja, perbaiki sistem komunikasi internal, dan akhirnya melahirkan satu dokumen penting: Panduan Filosofi Kerja Awalan Karya. Isinya bukan teori, tapi catatan dari luka—yang akhirnya jadi pelindung di project-project selanjutnya.
Penutup: Filosofi Kerja Itu Harus Punya Nyawa
Buat kami, filosofi kerja bukan tulisan mati di brandbook. Tapi sesuatu yang hidup di obrolan harian, di cara kita menanggapi kritik, di keputusan untuk tetap hadir walau kondisi nggak ideal.
Dan #NggakLepasTangan adalah bentuk paling jujur dari semua itu.
Karena dalam dunia kerja yang serba cepat, penuh ekspektasi, dan kadang bikin frustasi—yang paling dibutuhkan bukan hanya skill, tapi komitmen buat tetap ada, meski semuanya nggak sempurna.
Kalau kamu tanya, “Filosofi kerja terbaik itu kayak apa?”
Jawaban kami sederhana:
Yang tetap memanusiakan proses. Yang berani bertanggung jawab. Yang nggak lepas tangan.
Kalau kamu sedang cari partner kerja yang nggak cuma jago di awal, tapi tetap ada sampai akhir—even kalau hasilnya nggak ideal,yuk ngobrol bareng kami di workshop Awalan Karya.
Mampir ke Workshop Awalan Karya 







Tinggalkan komentar